![]() |
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo |
Yagobing - Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jenderal Tito Karnavian, rupanya kian serius menanggapi sinyalemen
ancaman makar. Dia bersama para aparatnya merasa bahwa rencana unjuk
rasa lanjutan yang akan datang bakal rentan disusupi upaya-upaya untuk
mendompleng pemerintahan yang sah.
Sejumlah kalangan menilai tudingan itu berlebihan bila dikaitkan
massifnya aksi unjuk rasa umat Islam menuntut pengusutan tuntas
penistaan agama yang tengah menjerat kasus Gubernur DKI Jakarta
nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Bantahan adanya upaya makar antara lain disampaikan Habib Rizieq
Shihab dari Front Pembela Islam yang merupakan salah satu elemen pendemo
agar Ahok diproses hukum. Setelah menggelar aksi 4 November silam, FPI
bersama elemen lainnya berencana menggelar aksi susulan pada 2 Desember
2016.
Rizieq mengklaim, aksi yang akan digelar pada 2 Desember itu
merupakan aksi konstitusional. Dalam negara demokrasi, aksi unjuk rasa
merupakan saluran yang dibenarkan sebagai sarana menyampaikan pendapat.
"Aksi 212 konstitusional, bukan makar. Bukan makar," kata Rizieq, di
Gedung Bareskrim Polri, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Rabu, 23 November 2016.
Menurutnya, tujuan aksi itu agar polisi segara melakukan penahanan
terhadap Ahok. "Jadi aksi 212 konstitusional dengan tujuan penegakan
hukum. Kami minta semua, seluruh pihak, dari mulai Presiden, seluruh
jajarannya, untuk menghargai konstitusi," kata Rizieq.
Maklumat Polisi
Setelah Kapolri melontarkan adanya dugaan upaya makar, Kapolda Metro
Jaya mengeluarkan maklumat. Maklumat Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad
Iriawan itu tertanggal 21 November 2016. Cara kepolisian menyebarkan
maklumat itu juga mengundang perhatian, karena dilakukan dengan
helikopter.
Maklumat Kapolda Metro Jaya itu ditujukan kepada penanggung jawab dan
peserta aksi unjuk rasa bahwa terdapat larangan melakukan makar
terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden, serta ancaman pidananya.
Perbuatan makar diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup, bisa
juga hukuman kurungan selama-lamanya 20 tahun.
Tak hanya itu, Badan Reserse Kriminal Polri melakukan penyelidikan
terkait adanya upaya makar dalam aksi demo anti Ahok. "Sudah jelas
nyata, semua bisa melihat, semua bisa mendengar. Tapi kan tetap
prosesnya sama, kami lakukan penyelidikan dahulu," kata Kepala Bareskrim
Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, di Mabes Polri, Jakarta Selatan,
Rabu, 23 November 2016.
Menurut Ari Dono, dalam proses penyelidikan itu tentunya akan meminta
keterangan dari berbagai pihak terkait. "Iya namanya penyelidikan,"
ujarnya.
Ari Dono menjelaskan, terkait adanya upaya makar pada aksi itu sudah
ada laporan ke kepolisian. Namun, ia enggan memberi tahu siapa orang
yang melaporkan rencana makar itu. "Ada, dari masyarakat," kata Ari.
Kapolri Dikritik
Pernyataan Kapolri terkait dugaan ada upaya makar juga mengundang kritik dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengingatkan Kapolri agar terlebih dahulu mendalami dan mengkroscek informasi yang diterima dari intelijen. Dengan begitu pernyataanya sebagai pimpinan institusi negara terukur.
Pernyataan Kapolri terkait dugaan ada upaya makar juga mengundang kritik dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengingatkan Kapolri agar terlebih dahulu mendalami dan mengkroscek informasi yang diterima dari intelijen. Dengan begitu pernyataanya sebagai pimpinan institusi negara terukur.
"Jadi, harus terukurlah pernyataan itu. Jangan belum-belum sudah
dibilang mau makar," kata Fadli di Gedung DPR, Rabu 23 November 2016.
Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini, minta Kapolri lebih objektif dan
akurat dalam mengolah sumber intelijen. Kapolri hendaknya membedakan
penyampaian pendapat di muka umum dengan makar.
"Saya berharap sumber intelijen akurat dan objektif agar tidak salah dalam mengambil keputusan dan langkah," kata Jazuli.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu pun menilai sebagai
lembaga penegak hukum, Polri tak boleh asal menebar tuduhan. Karena jika
tak terbukti justru berdampak negatif bagi masyarakat.
"Tuduhan makar harus bisa diproses dan dibuktikan agar tidak
menimbulkan keresahan publik. Jika tidak, tuduhan itu bisa politis dan
liar, serta memecah-belah masyarakat," ujar Jazuli.
Jazuli mengingatkan, salah mengambil keputusan bisa fatal akibatnya
bagi stabilitas politik dan keamanan nasional ke depan. Karena itu,
Polri diminta tidak gegabah melontarkan isu makar.
"Kapolri tidak boleh gegabah mengaitkan demonstrasi yang akan digelar dengan makar. Ini tuduhan serius," kata Jazuli.
Reaksi Jokowi
Terkait adanya aksi unjuk rasa tersebut, Presiden Joko Widodo mengaku
biasa-biasa saja menghadapinya. Dia memandang, aksi unjuk rasa
merupakan produk demokrasi yang konstitusional.
"Enggak (khawatir) lah, ini (demontrasi) kan produk demokrasi yang
konstitusional. Saya biasa-biasa saja," kata Jokowi dengan tawa khasnya
di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa 22 November 2016.
Meski tak khawatir, Jokowi tak menampik dalam beberapa waktu terakhir
ini sering bertemu dengan pimpinan partai politik dan organisasi
keagamaan, TNI dan Polri tak lain bertujuan untuk mengelola situasi yang
ada.
"Kita perlu konsolidasi, ya itu memang yang perlu dilakukan untuk
mengelola situasi agar masyarakat melihat, sehingga ada ketenangan di
situ," ujar Jokowi.
Massa yang ingin Ahok dipenjara sebagai tersangka penistaan agama
telah melakukan aksi demontrasi massa dua kali. Pertama aksi tersebut
dilakukan pada 14 Oktober lalu, dan kedua, pada 4 November lalu.
Rencananya, aksi serupa akan dilakukan kembali pada 25 November dan 2
Desember mendatang. Massa mendesak Ahok segera ditahan karena telah
berstatus tersangka.
Tertuding makar
Sebelum kepolisian menengarai adanya dugaan upaya makar, Calon Wakil
Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sudah terlebih dahulu
menuding ada motif makar di balik aksi umat Islam mendemo Ahok.
Menurutnya, aksi demo itu tampaknya tidak hanya menuntut proses hukum
bagi Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,
atas kasus dugaan penistaan agama, melainkan sudah berupaya menggoyang
pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Ini arahnya bukan hanya menuju ke Pak Ahok, tapi arahnya ingin
menjatuhkan pemerintahan yang sah. Ini yang patut kita sayangkan," kata
Djarot saat ditemui usai menghadiri undangan pernikahan warga di Kawasan
Jelambar, Jakarta Barat, Sabtu, 5 November 2016.
Sejumlah tokoh kemudian dilaporkan ke kepolisian oleh relawan atau
komunitas pendukung Jokowi. Yang menonjol, antara lain Fahri Hamzah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah dilaporkan ke Badan
Reserse Kriminal Mabes Polri, karena diduga telah melakukan tindakan
penghasutan dan makar pada demo 4 November 2016. Fahri dilaporkan ke
polisi oleh Barisan Relawan Jokowi Presiden.
"Hari ini BARA JP datang ke Bareskrim untuk melaporkan dugaan
penghasutan untuk makar terhadap pemerintah yang sah yang diucapkan
Fahri hamzah saat aksi demo 4 November," ujar Ketua BARA JP Kepulauan
Riau, Birgaldo Sinaga, Rabu, 9 November 2016.
Menurut Birgaldo, pihaknya menilai, ucapan Fahri saat itu bersifat
provokatif, sehingga memicu massa pendemo untuk melakukan tindakan
anarkis. Ucapan Fahri dinilai cenderung ingin menggulingkan
pemerintahaan yang sah. Dalam pelaporannya, BARA JP membawa sejumlah
barang bukti, berupa bukti print pemberitaan media online dan rekaman
video. Sedangkan untuk pasal yang disangkakan dalam laporannya, yaitu
Pasal 160 KUHP tentang penghasutan dan Pasal 104 KUHP tentang makar
terhadap Kepala Negara. "Barang bukti print dari dua media, Kompas dan
CNN, serta rekaman," katanya.
Fahri tampak tenang menghadapi adanya laporan itu. Bahkan, Fahri
cenderung tak menanggapi. Namun demikian, dalam sejumlah kesempatan,
Fahri menjelaskan posisinya turut serta dalam aksi demonstrasi itu
bukanlah upaya makar. Baginya, presiden yang terpilih secara demokratis
harus dibiarkan menjabat sampai tuntas lima tahun sesuai periodenya.
Fahri menegaskan sikapnya sejalan dengan aturan konstitusi bahwa
regenerasi kepemimpinan nasional lima tahun sekali. Dia bahkan
menyatakan siap membela Presiden Jokowi bila ada upaya yang akan
menjatuhkannya secara ilegal.
"Kalau ada yang mau menjatuhkan pak Jokowi secara ilegal, saya akan
membela pak Jokowi secara terbuka, karena tidak mungkin, jadwal
demokrasi kita itu lima tahun," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Rabu 23 November 2016.
Aktivis Sri Bintang Pamungkas juga dilaporkan ke polisi atas dugaan
tindak pidana diskriminasi ras dan etnis serta penghasutan untuk
menjatuhkan pemerintah yang sah. Pelapornya seorang pengacara bernama
Ridwan Hanafi, 36 tahun. Dalam laporannya, ia mengaku membawa barang
bukti seperti video, foto dan saksi-saksi.
"Saya dan teman-teman dari laskar Jokowi melaporkan atas nama Bapak
Sri Bintang Pamungkas atas dugaan tindak pidana diskriminasi ras dan
etnis pada pasal 16 jo pasal 4 huruf b (2) UU RI no 40 tahun 2008.
Kemudian laporan berikutnya melaporkan Pak Sri Bintang Pamungkas terkait
penghasutan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Ini kami laporkan
pasal 108 KUHP dan pasal 110 KUHP dan pasal 160 KUHP," kata Ridwan
ketika dihubungi, Selasa, 22 November 2016.
Polemik makar terus berkembang. Di ranah media sosial, perang opini berlangsung sengit. Benarkah ada upaya makar?
Dikutip dari : viva.co.id
0 Comments